Seorang Anak Perempuan tanpa Sosok Ayah

bahiroh adilah
1 min readJan 2, 2023

--

Tak ada yang lebih buruk dari perasaan kosong yang terus menganga. Tak ada yang lebih buruk dari perasaan tidak percaya pada diri sendiri. Tak ada yang lebih buruk dari merasa selalu kurang dan tidak pantas. Tak ada yang lebih buruk dari selalu merasa lemah dan rentan. Tak ada yang lebih buruk dari selalu merasa cemas dan khawatir.

Tidak ada satupun yang ingin menjadi kaki tanpa tahu harus melangkah kemana. Tidak ada satupun yang ingin menjadi tangan tanpa tahu harus berpegang pada apa. Tidak ada satupun yang ingin menjadi mata dengan tatapan kosong. Tidak ada satupun yang ingin menjadi kepala yang terus berdengung tanpa henti.

Aku berdiri, namun tak seimbang. Aku, adalah seorang “pohon” kering yang tidak kokoh dan tak pernah terhujani. Angin pun tak bisa disalahkan, sebab dedaunan tak sudi bertumbuh.

Kemarahan. Kekecewaan. Bergema dalam tubuhku, semakin kencang dan kencang. Meluap dan tertumpahkan. Namun seorang “batu” tetaplah batu, keras dan tak akan berubah. Seorang “batu” hanyalah batu. Tak ada hati yang menyala, tak ada perasaan yang hidup. Maka tak ada pula kepedulian terhadap makhluk lainnya. Seorang “batu” tak akan mengenal kekecewaan maupun kemarahan.

Aku, sedang dikaluti oleh kebingungan dan kekecewaan. Tanpa kusadari, aku bertumbuh bersama luka, kekosongan, dan entah akan bertumbuh menjadi diri yang seperti apa nantinya. Kehidupan berjalan dengan brutalnya, dan manusia dipaksa untuk berdiri kokoh pada pijakannya. Menelan sendiri perasaan-perasaan tidak nyaman, sampai pahit, manis, asam, asin, akan terasa hambar.

Aku, seorang anak perempuan tanpa sosok ayah, akan terus berusaha berdiri. Tak akan menyalahkan angin, tak akan pula mengharapkan hujan.

--

--